Belajar dari Aqua Dwipayana

Wejangan Dr. Aqua Dwipayana
Berikut Wejangan Dr. Aqua Dwipayana 19 Juli 2018, ” Belajar dari Aqua Dwipayana ” melalui WAG KOMPASS – Nusantara (WhatsApp Group Komunitas Para Sales Super – Nusantara).
Dr. Aqua Dwipayana, Kompasser Yogyakarta, 10 Inspirator KOMPASS – Nusantara, Motivator Nasional, Konsultan Komunikasi, Pengamat Militer dan Kepolisian RI, dan Penulis buku Best Seller “The Power of Silaturahim: Rahasia Sukses Menjalin Komunikasi”.
Belajar dari Aqua Dwipayana
Oleh : Nasmay L. Anas
Terus terang, saya salut dengan kepribadian sahabat saya, Dr. Aqua Dwipayana. Dengan kesibukannya yg intens sebagai pakar Komunikasi, konsultan Komunikasi, dan motivator, dia masih menyempatkan diri melakukan hal-hal kecil. Hal-hal yg menurut sebagian orang mungkin sepele. Tidak penting-penting amat.
Dalam sebuah pesan WhatsApp (WA) beberapa hari lalu, dia menulis: “WA saya sejak Sabtu dinihari hingga pagi kemarin, 14 Juli 2018, bermasalah. Semua kiriman WA yg saya terima pada periode itu hilang. Akibatnya saya tidak bisa merespon WA yg diterima.
Terkait dgn itu ada beberapa teman yg komplain. Mengira saya tidak sempat membaca WA dari mereka sehingga tidak meresponnya. Padahal masalahnya karena WA-nya rusak.
Dengan kerendahan hati dan penuh ketulusan saya menyampaikan permohonan maaf yg sebesar2nya karena tidak merespon WA mereka. Hal itu disebabkan WA-nya bermasalah.”
Saya terkesan. Karenanya setelah membaca pesan itu, saya komentari dengan kata-kata: “Saya belajar banyak dari cara Mas Aqua dalam membangun hubungan antarmanusia.”
Mengapa saya katakan belajar banyak? Sebagai pakar Komunikasi, tentu dia faham betul bagaimana menjalin komunikasi dengan orang lain. Dia memiliki ilmu yg luas tentang hal itu. Tapi satu hal yg sering tidak kita sadari: Tidak semua orang berilmu itu mampu mengamalkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Menyelaraskan ucapan dan perbuatan.
Tidak semua orang mampu memahami sesuatu itu penting. Tidak semua orang mampu menempatkan yang penting itu pada tingkatan “penting”-nya.
Peduli Terhadap Detil Segala Hal
Banyak pakar yg mampu bicara panjang lebar tentang apa yg ada dalam benaknya. Tapi tidak semuanya mampu melakukan apa yg diucapkannya itu dalam kesehariannya secara efektif dan efisien. Di situlah saya melihat Doktor Komunikasi lulusan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung ini berbeda.
Menurut informasi yg saya dapat, dalam kesehariannya dia menerima ratusan pesan WA. Dan dia selalu menyempatkan diri untuk membacanya. Lalu membalasnya satu persatu. Secara pribadi.
Dengan mengetikkan setiap kata dengan tangan sendiri. Kemudian mengirimkannya kepada setiap orang yg mengiriminya pesan WA. Tanpa menyerahkannya kepada sekretaris atau pun pembantu yg lain.
Dia peduli terhadap detail segala hal. Bahkan terhadap pesan yg tidak penting pun, dia masih sempat-sempatkan mengirimkan pesan emotikon yg memberi semangat.
Buat sebagian orang, hal itu mungkin tidak terlalu penting. Dalam menghadapi kesibukan sehari-hari, bisa jadi orang tak dapat membalas setiap pesan dari ratusan pesan seperti yg diterima Aqua. Bahkan membacanya pun mungkin tidak sempat. Tapi Aqua tidak.
Dia bahkan masih sempat mengirimkan permohonan maaf, karena jaringan WA mengalami gangguan.
Bicara tentang hal ini, saya selalu teringat akan sebuah istilah Arab: Bahwa manusia ini disebut Hayawanun Natiq. Hewan yg berbicara. Binatang yg berpikir. Dalam hal ini, pemahaman saya ingin saya buat ringkas.
Artinya, meskipun sebagai manusia kita mampu berbicara dan berpikir dengan memanfaatkan kemampuan otak, tapi kita tidak bisa lepas dari sifat “kebinatangan” kita.
Dengan sifat kebinatangan itu, berarti kita bukan malaikat. Tapi penulis buku super best seller The Power of Silaturrahim ini tidak.
Sama-sama Wartawan Harian Jawa Pos
Saya coba menyelami kesehariannya. Di situlah saya melihat Aqua mampu melepaskan diri dari sifat “kebinatangan” manusia.
Bila bicara tentang kebinatangan manusia, saya teringat pepatah Arab yang berbunyi: “Al insanu mahallul khatha’ wan nisyan”. Manusia itu tempat salah dan lupa. Sebagai manusia biasa, kita tidak akan pernah luput dari salah dan khilaf. Bahkan Rasulullah sendiri yang dikenal “ma’sum” pun tidak lepas dari sifat khas manusia itu. Sehingga ALLAH SWT menurunkan tegurannya.
Misalnya, ketika paman beliau Abu Thalib menutup mata untuk selamanya, sementara dia belum bersyahadat. Sesuatu yang membuat Rasulullah menyesal dan kecewa. Dan ALLAH SWT langsung turunkan sepotong ayat sebagai teguran: “innaka la tahdi man ahbabta. Fainnallaha yahdi man yasya’”. Artinya: Sesungguhnya Engkau (Muhammad) tidak dapat memberi hidayah kepada orang yg engkau sayangi. Tapi ALLAH SWT memberi hidayah kepada siapa pun yang Dia (ALLAH SWT) suka.”
Sebagai sahabat, saya mulai mengenal Aqua sejak paruh pertama tahun 1990-an. Karena kami sama-sama wartawan harian Jawa Pos. Sebuah harian pagi yang waktu itu dianggap terbesar di Indonesia bagian Timur. Tapi dia tidak lama bertugas di koran itu. Sementara saya tetap di Jawa Pos biro Jakarta.
Sekarang kami terhubung dalam grup WA, Cowas JP (Konco Lawas Jawa Pos). Salah satu yg menarik dari hubungan kami, karena kami sama-sama orang Padang yg sama-sama mempertahankan panggilan “Mas”.
Entah kenapa sebabnya. Saya tidak ambil pusing. Bahkan saya menikmatinya. Begitu juga, saya pikir, Aqua. Bisa jadi karena kami sama-sama beristerikan orang Jawa, hahaaa…. Isteri saya asal Malang, Jawa Timur. Sedangkan isteri Aqua dari Salatiga, Jawa Tengah.
Semua Orang Dia Buat Penting
Terlepas dari itu, saya mengenal suami Retno Setiasih, Bapak dari Alira Vania Putri Dwipayana dan Savero Karamiveta Dwipayana ini sebagai seorang pria yg energik. Meskipun tidak terlalu intens, saya mengikuti perkembangan karirnya. Setelah berhenti sebagai wartawan, saya mendengar dia didapuk sebagai Humas PT Semen Cibinong (sekarang Holcim Indonesia-pen).
Setelah berhenti jadi pegawai sehingga bebas merdeka – atasan satu2nya hanya ALLAH SWT – dia menjadi konsultan komunikasi, sekaligus motivator. Juga menuntaskan pendidikan S3-nya di Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad Bandung.
Begitulah Aqua yg saya kenal. Tapi di luar itu, yang saya anggap luar biasa, dia juga menjalin persahabatan yg begitu dekat dengan sejumlah pihak. Tidak hanya dengan para tokoh nasional dan orang terpandang, seperti: Panglima Daerah Militer (Pangdam), Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda), Dirut Bank-Bank pemerintah maupun swasta, Dirut Badan Usaha Milik Negara (BUMN), para pimpinan lembaga tinggi negara, baik sipil maupun militer dan banyak orang terpandang dan terkemuka lainnya. Kelompok orang dengan status sosial yg di atas rata-rata. Tapi dia juga menjalin hubungan yg sangat akrab dengan orang-orang kecil. Para buruh dan pegawai rendahan. Bahkan juga dengan orang-orang yang baru dia kenal.
Lebih hebatnya lagi, semua itu dia lakukan sebagai ibadah. Li I’la-i kalimatillah. Tanpa pamrih. Dan tanpa membeda-bedakan etnik, suku dan agama.
Karena itu, saya pikir, Aqua telah membuat semua orang di-“wongke” olehnya. Semua orang dia buat penting. Ya…., membuat orang lain penting.
Inilah jurus komunikasi dasar yg saya pikir, dijalankan Aqua secara persisten dan konsisten di dalam hidupnya. Hal ini mengingatkan saya akan buku Easy Peasey, karya Allan and Barbara Pease. Mengutip Thomas Dewey, Allan dan Barbara Pease mengatakan; “Kebutuhan utama yg melekat pada sifat manusia adalah merasa diri penting, diakui dan dihargai.”
Sementara itu, Dale Carnegie dalam bukunya “How to Win Friends and Influence People” – diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Bagaimana Mencari Kawan dan Mempengaruhi Orang Lain – juga memberikan sejumlah saran. Salah satu prinsip yg sangat dia tekankan adalah agar kita bersungguh-sungguh menaruh minat kepada orang lain.
Apa Adanya, Tetap seperti Puluhan Tahun lalu
Di samping itu, dia juga menyarankan agar kita tidak lupa tersenyum. Bukan tersenyum sendirian. Tapi selalu tersenyum kepada orang lain.
Dan lagi-lagi Aqua mampu menjalankan semuanya dengan baik.
Dalam bayangan saya sejak dulu, Aqua selalu tampil apa adanya. Dengan kebersahajaannya. Dengan senyumnya yg selalu menyungging. Meskipun kini merupakan seorang motivator dengan bayaran puluhan juta rupiah setiap kali memberikan sharing Komunikasi dan Motivasi, tapi dia tetap seperti Aqua yang puluhan tahun lalu.
Dia mencintai dan menyayangi semua orang. Karenanya, dengan keberlimpahan rejekinya, dia bahkan mengumrahkan banyak orang. Saya dengar, tahun lalu, dia berangkatkan 35 orang. Tahun ini sebanyak 39 orang. Tahun depan insya ALLAH 50 orang. Di antara mereka adalah teman-temannya sendiri. Tapi banyaj juga orang yg tidak dia kenal sebelumnya.
Dengan begitu, saya pikir, Aqua telah menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Seperti Sabda Rasul: “Laa yukminu ahadukum hatta yuhibba liakhihi kama yuhibbu linafsihi.” Tidak beriman siapa pun di antara kamu, sampai dia menyayangi saudaranya seperti dia menyayangi dirinya sendiri”.
Last but not least, baik dalam tulisan maupun ucapan, Aqua mampu bicara dengan bahasa yang mudah dimengerti. Bahasa yg pas untuk orang yg dia ajak berkomunikasi. Bukan bahasa yang melambung tinggi di awan, tapi tak mudah difahami.
Tentang hal ini, Dr. Moh. Natsir dalam bukunya Fiqhud Da’wah yg terkenal, bicara tentang pandangan Syeikh Muhammad Abduh mengenai kiat berdakwah. Intinya, dakwah yg terbaik itu hendaknya disampaikan dengan bahasa yg jelas. “Khatibun nas ‘ala qadri ‘uqulihim”. (Berbicara kepada manusia menurut kadar akal atau kecerdasan mereka masing-masing). Seperti yang dilakukan Aqua.
Begitulah saya mengenal Aqua Dwipayana. Dan dari semua ini saya belajar banyak. Selain itu, wallahu a’lam bish shawab!
Penulis adalah mantan wartawan harian Jawa Pos.
Baca juga: Cair dan Akrab sekali Sharing di PLN Area Banyuwangi
The Power of SILATURAHIM ..
SILATURAHIMER Marketing …
#AquaDwipayana
#KOMPASSNusantara
#10InspiratorKOMPASSNusantara
Pingback: Dahsyatnya Silaturahim Hitungan Menit Mobil Hotel Mercure dan BRI Tiba - KOMPASS.ID